Sahabat MQ, akhir – akhir ini di media sosial banyak sekali perbincangan mengenai pelakor. Pelakor adalah sebutan bagi orang yang merusak rumah tangga atau orang yang menjadi pihak ketiga dalam hubungan suami istri.

Sayangnya, banyak yang menganggap hal ini lumrah, menganggap enteng, dan tidak menganggap hal ini sebagai dosa. Bahkan, ada yang kerap bahagia karena telah menjadi peretak rumah tangga orang.

Lalu, bagaimana pandangan Islam tentang pelakor?

Dikisahkan dalam hadis, seorang iblis meletakkan singgasananya di atas air laut kemudian ia mengutus bala tentaranya, maka yang paling dekat dengannya adalah yang paling besar fitnahnya.

Datanglah salah seorang dari bala tentaranya dan berkata, “aku telah melakukan begini dan begitu.”

Iblis berkata, “engkau sama sekali tidak melakukan sesuatupun.”

Kemudian datang yang lain lagi dan berkata, “aku tidak meninggalkannya (untuk digoda) hingga aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya.”

Maka iblis pun mendekatinya dan berkata, “sungguh hebat (setan) seperti engkau.” (HR. Muslim)

Ya. Merusak rumah tangga orang adalah pekerjaan iblis. Mereka tidak akan puas menggoda sepasang suami istri, mereka tiupkan hawa panas, prasangka, hingga keduanya berpisah.

Tentulah iblis ingin memutuskan ikatan pernikahan. Karena pernikahan adalah ikatan yang kuat, yang dapat menjadikan keduanya dan keluarganya menjadi ahli surga.

Seseorang yang merusak hubungan seorang wanita dari suaminya atau sebaliknya, maka ia tidak termasuk umat Nabi Muhammad. Hal ini disebutkan dalam sebuah hadis shahih yang diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Hibban, An Nasai, dan Al Baihaqi.

Dari Abî Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Siapa menipu dan merusak (hubungan) seorang hamba sahaya dari tuannya, maka ia bukanlah bagian dari kami, dan siapa yang merusak (hubungan) seorang wanita dari suaminya, maka ia bukanlah dari kami’”.

 

Menjaga Kehormatan Diri dan Keluarga

Salah satu akhlak mulia yang diajarkan oleh islam adalah al-‘iffah atau menjaga kehormatan diri. Jika seorang muslim menghiasi dirinya dengan akhlak ini, maka dia dicintai oleh Allah dan juga manusia.

Sederhananya, al-‘iffah adalah sikap yang dapat menjaga seseorang dari melakukan perbuatan-perbuatan dosa, baik yang dilakukan oleh tangan, lisan atau kemaluannya. Termasuk didalamnya, meninggalkan hal-hal yang dibolehkan untuknya, tapi karena untuk melindungi diri dari hal-hal yang tidak pantas atau berlebih-lebihan.

Sikap iffah ini sangat penting bagi seorang muslim, sehingga Allah menyebutkannya berulang-ulang di berbagai tempat dalam al-qur’an, yang berkaitan dengan kehidupan seorang muslim.

Dalam Surat An Nur ayat 33, Allah berfirman:

“Dan hendaklah menjaga kesuciannya, yaitu orang – orang yang tidak (belum) mampu menikah, hingga Allah memberikan kecukupan (memampukan) mereka dari karunia-Nya.”

Cara menjaga diri yang Islam ajarkan adalah sebagai berikut :

  • Menundukkan pandangan mata (ghadhul bashar) dan menjaga kemaluannya

Asy-Syaikh Muhammad Amin Asy-syinqithi rahimahullah berkata, “Allah memerintahkan kaum mukminin dan mukminat untuk menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka. Termasuk menjaga kemaluan adalah menjaganya dari perbuatan zina, hubungan sesama jenis, dan menjaganya dengan tidak menampakkan dan menyingkapnya di hadapan manusia.” (Kitab adhwa’ul bayan, 6/186)

  • Menghindari khalwat (berduaan) dengan yang bukan mahram.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan akan hal ini,

“Tidak boleh sama sekali seorang lelaki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali bila bersama wanita itu ada mahramnya.” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341)

Sahabat MQ, demikianlah kita sepatutnya menjaga diri kita untuk menjaga keluarga kita dari hal – hal yang diinginkan dan menghindarkan kita dari panasnya api neraka.