Setiap orang memiliki cita-cita dan harapan yang ingin digapai, cita-cita dan harapan merupakan suatu hal yang dapat menggairahkan kita untuk bekerja keras dalam menggapainya. Namun dalam perjalanannya, tentu tak semudah membalikan tangan, perlu perjuangan, pengorbanan dan keistiqomahan yang sungguh-sungguh.

Tak sedikit orang yang gagal dalam ikhtiar untuk menggapai cita-citanya, faktornya banayak sekali, baik karena lelahnya perjuangan yang tak kunjung samapi pada titik temu apa yang kita harapkan, ada yang gagal karena tergoda oleh bisikan nafsu semata, ada juga yang karena bentuk ikhtiar yang hari ke harinya sudah mulai tidak istiqomah, dan ada juga karena hilangnya keyakinan pada diri akan capaian cita-cita tersebut, serta banyak faktor yang lainnya.

Tantangan  dalam mengapai cita-cita

Sahabat MQ, terkadang memupuk semangat pada diri kita, bisa dikatakan mudah, karena disana kita memiliki tujan, yakni cita-cita dan harapan-harapan kita. Biasanya ketika kita memiliki tujuan yang akan dicapai, diri kita senantiasa hendak termotivasi untuk bisa merealisasikannya. Namun yang menjadi terasa sulitnya itu adalah mengkonsistenkan atau mengistiqomahkan  semangat yang kista miliki. Naik turunnya girah (semagat) pada diri kita itu menjadi tantangan dalam proses pencapaian cita-cita dan harapan kita.

Lantas bagaimana cara mengatasi atau memupuk kembali semangat kita yang mulali turun?

Dalam mengatasi atau memupuk kembali semangat  kita yang mulai turun yang pertama adalah Luruskan dan benahi niat kita. Maka dalam pembenahan niat ini, niatkan apa yang menjadi cita-cita dan harapan kita ada nilai ibadah dan ada nilai kebaikan buat orang lain. Karena  barang siapa yang ingin berniat dengan niat yang baik dalam amalnya, harus melihat faktor pendorong yang mengajaknya untuk mengerjakan amal tersebut, sehingga dia bersungguh-sungguh yang menjadi pendorong utama adalah ridho Allah, taat kepada-Nya dan mengerjakan perintah-Nya.

Maka dengan ini niatan itu akan menjadi karena Allah –ta’ala-, kemudian setelah itu ia harus menjaga pendorong utama untuk beramal, murni karena Allah, tidak berpaling darinya di tengah-tengah amal, hati dan niatnya tidak berubah-ubah, tidak berpaling kepada selain Allah, dan tidak dihinggapi kesyirikan lainnya. Seperti dalam hikayat di zaman para sahabat berikut ini :

Kisah sang palnglima perang dalam membangkitkan semangat perjuangan

Menjelang perang mu’tah rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menujuk tiga orang panglima, mereka adalah zaid bin haritsah, ja’far bin abi thalib dan abdullah bin rawahah. Kemudian berangkatlah 3000 pasukan kaum muslimin menuju medan jihad, namun ketika rombongan sampai di ma’an, kaum muslimin mendapat kabar bahwa pasukan yang akan mereka hadapi berjumlah dua ratus ribu orang bersenjata lengkap, tentu kabar ini mengguncang semangat pasukan muslimin.

Seseorang kemudian menyampaikan usulan, “kita tulis saja surat kepada rasulullah, kita sampaikan kepada beliau jumlah musuh kita, bisa jadi beliau akan mengirimkan pasukan tambahan”, mendengar usulan tersebut, ada yang setuju dan ada pula yang tidak memberi tanggapan, hingga suasana hening sesaat.

Tiba-tiba, abdullah bin rawahah sang panglima ketiga berseru, “saudara-saudaraku, sesungguhnya apa yang tidak kalian sukai ini justru merupakan tujuan dan cita-cita keberangkatan kita, tidakkah kalian merindukan syahid? kita memerangi musuh bukan mengandalkan senjata, kekuatan atau banyaknya jumlah pasukan, melainkan kita memerangi mereka dengan mengandalkan agama yang allah swt muliakan kita karenanya. Maka dari itu, majulah dengan barokah Allah!, kita pasti memperoleh satu di antara dua kebaikan, yakni menang atau syahid!”. seluruh pasukan kembali bersemangat dan meneriakkan takbir, “Allahu akbar!”.

Sahabat mq, kisah tadi mengajarkan kita untuk melihat kembali niat dalam langkah kebaikan yang kita tempuh, yakni melakukan segala sesuatu karena dan untuk allah ta’ala. Dengan itulah kita dapat memulihkan semangat yang patah.

Sumber: kisahmuslim.com